Senin, 30 November 2020

Novel Three Hours Hearing Your Love by Dhea Puspita (Part 2)

 

EMANG  TOM & JERRY BISA BAIKAN?

            Kini Hanna telah mengganti pakaian putih abu-abunya dengan dress selutut berwarna abu-abu muda yang terlihat casual. Namu sudah 2 jam lebih dari waktu pulang sekolah Hanna menunggu di depan gerbang sekolah SMA Pelita Harapan  tercintanya, namun tak kunjung juga ia melihat mobil yang dikendarai oleh orang tuanya. Tiba-tiba suara klakson mengagetkannya, Hanna tau orang di balik helm pastinya si Julian.

                   “Lu ngapain belum pulang kecebong, mana ganti pakaian gitu lagi. Jangan-jangan lu mau pergi sama om-om ya?” ucap Julian yang sebenarnya hanya basa-basi

                   “Julian lo bisa gak sih jangan ganggu-ganggu gue dan jangan omong sama gue kalau Cuma ngomong yang gak penting dan gak guna kaya gitu, lo itu gak bisa baca ekspresi muka gue ya kalau ketemu lo itu gue sebel tau gak” pekik Hanna sangat kesal bersamaan dengan hancurnya hati Julian berkeping-keping bagaimana tidak gadis yang disukainya itu ternyata sangat membencinya. Namun ia tak akan menyerah ia akan berjuang dan kini ia benar-benar menyadari perasannya kepada Hanna benar-benar nyata bukan hanya halusi karena hormon pubernya yang sedang berkembang.

                   “Oh jadi lo gak mau yang gak serius ya, gue kira selama ini lo sukanya sama cowok yang humoris gitu, eh ternyata gue salah. Ya udah nanti gue bakalan ngomong serius sama lo dan lo janji harus jawab serius juga ok?” perkataan Julian benar-benar membuat Hanna menjadi bingung sekaligus takut bagaimana tidak Julian berkata begitu dengan benar-benar menatap bola matanya.

                   “Apaan sih, lo mau ngomong serius apaan? Bicara aja kali” jawab Hanna

                   “Ok gue sebenarnya itu...”omongan Julian terhenti karena handpone Hanna berdering dan kemudian ia mengangkatnya.

                   “Ya ma, mama dimana?”

                   “Nak mama dan ayah gak bisa jemput kamu sekarang, maaf ya. Kalau urusan nenek ayah sudah kirim stafnya untuk jemput nenek. Soalnya malam ini tiba-tiba saja ada meeting mendadak, maafkan kami ya.

                   “Ok mah, gak apa-apa kok”

“Kamu pulangnya sama Julian ya, tadi mama udah nelpon Julian katanya dia masih di sekolah lagi main basket coba kamu cari dia” kini Hanna mengerti keberadaan Julian di sini atas perintah mamanya.

                   “Kok gitu sih ma, Hanna gak mau sama curut songong kaya dia.“

                   “Udah, gak boleh gitu sama Julian. Kamu kalau nunggu angkot juga gak bakal ada jam segini”

                   “Tut...tut...tut” telpon di putus sepihak oleh mama Hanna, membuat Hanna bertambah kesal.

              Setelah pembicaraan di telpon itu berakhir, suasana berubah menjadi hening Julian maupun Hanna tidak ada yang mengeluarkan suara. Hanna melihat Julian yang sedang memandang kosong lurus kedepan, sebenarnya Hanna ingin mengatakan bahwa ia ingin menumpang dengan Julian selain itu seharusnya Julian sendiri juga sudah tahu apa yang sedang Hanna pikirkan. Lama dalam keheningan dan sinar mentari yang tadi menguning kini berangsur hilang menyisakan kegelapan. Hanna semakin kesal dengan Julian, sangat gengsi bagi Hanna untuk berbicara dengan Julian, mengingat tadi ia sudah marah kepada Julian. Kemudian ia memilih untuk berjalan saja.

              Sedangkan Julian terkejut melihat Hanna yang kini sudah tidak berada di sampingnya. Hal itu pasti karena dirinya tadi melamun, sebenarnya sedari tadi Julian sedang memikirkan apa yang harus ia katakan ke pada Hanna. Ia sedang memikirkan apakah ini waktu dan momen yang pas untuknya menyatakan perasaannya kepada Hanna, ia benar-benar merasa sangat bodoh kali ini belum saja menyatakan perasaannya Julian malah menambah kekesalan Hanna pada dirinya, Julian khawatir pada Hanna selain itu ia juga sudah mendapat pesan dari tante Mona untuk mengantar Hanna, tanpa menunda-nunda Julian kemudian bergegas menyusul Hanna.

              Tidak lama Julian melihat Hanna sedang berjalan di atas trotoar sembari menendang-nendangkan kakinya hal itu benar-benar membuktikan bahwa Hanna sangat kesal. Kemudian Julian memepetkan motornya ke trotoar.

                   “Sini bareng gue” ucapan Julian itu tidak mendapat respon apa-apa dari Hanna yang malah tetap berjalan mendahului Julian. Melihat hal itu Julian berlari mengejar Hanna seraya menarik pergelangan tangan Hanna untuk menghentikan Hanna.

                   “Apaan sih lo” bentak Hanna

                   “Lo yang apa-apaan kaya bocah aja”

                   “Eh bukannya lo yang gak mau nganter gue kan?”

                   “Siapa yang bilang sih, gue cuma ngelamun doang kok”

                   “Alasan lo itu gak logis banget deh Julian, udah deh kalau lo Cuma terpaksa nganter gue karena mama gue, lebih baik gak usa” ucap Hanna hendak kembali jalan namun pergelangan tangannya di genggam  erat oleh Julian.

                   “Gue juga ngelamun mikirin lo cebong” ucap Julian tak sadar dengan yang ia ucapkan

                   “Maksud lo apa sih?”

                   “Udah gak perlu dipikirin” ucap Julian seraya menarik Hanna menuju motornya

              Julian memasangkan helm ke Hanna dan mengaitkannya sedangkan Hanna masih dalam Mood yang sama. Wajah cemberut Hanna benar-benar sangat kentara bagi Julian bagaimana tidak mereka telah bersama selama 16 tahun. Kemudian Julian menyalakan motor Ninja hitamnya dan membelah keramaian jalan, menyadari Hanna yang tak berpegangan padanya Julian kemudian menarik rem motornya mendadak dan tentu saja hal itu membuat Hanna tersentak ke depan. Sebenarnya hal itu hanya iseng Julian saja.

                   “Lo gimana sih, mau mati jangan ngajak orang dong” teriak Hanna kesal

                   “Makanya pegangan” jawab Julian senyum setidaknya ia sudah sedikit tenang karena gadis di belakangnya ini sudah berbicara, karena sedari tadi ketika Julian berbicara Hanna tak membalas apalagi menghiraukannya.

              Sekitar 30 menit mereka baru sampai di depan rumah Hanna, keadaan rumah Hanna benar-benar sangat gelap, lampu rumah Hanna mati karena saklarnya yang tidak di on kan. Julian tau benar bahwa Hanna sangat takut dengan kegelapan, saat Hanna hendak masuk ke dalam gerbang rumahnya Julian kemudian mengikutinya dari belakang.

                   “Lo kenapa ikut masuk, lupa ya rumah lo itu di samping”

                   “Enggak gue Cuma mau nemenin lo”

                   “Gue nggak perlu”

                   “Oh ok”

              Kemudian Julian beranjak pergi meninggalkan Hanna, baru berapa langkah Julian berjalan. Tiba-tiba saja kucing liar melompat dari semak di taman rumah Hanna dan hal itu membuat Hanna terkejut ia menjerit ketakutan. Sedangkan Julian yang melihat hal itu hanya tertawa puas.

                   “Sama kucing aja lu takut” ledek julian kemudian berjalan menuju motornya. Saat hendak menaiki motornya Hanna memanggil Julian, senyum langsung saja terlukis di wajah Julian hal itu menandakan bahwa Hanna tidak sepenuhnya marah kepadanya.

                   “Kenapa ?” tanya Julian sedikit dingin.

                   “Ih kok lo gitu sih, tega banget sama gue” ucap Hanna tersendat-sendat karena tangisnya.

                   “Kan lo sendiri yang gak mau gue temenin”

                   “Kok Julian yang sekarang gak sebaik Julian yang dulu sih” lagi-lagi Hanna menangis di tengah ucapannya. Julian tidak heran dengan sikap yang di miliki Hanna ini, Hanna di luarnya nampak kuat padahal ia memang tak lebih dari anak gadis yang sangat manja.

                   “Ia sini gue bantuin nyalain lampunya, kunci rumah lo mana?” tanya Julian kemudian Hanna memberikan kunci rumahnya ke tangan Julian.

              Setelah lampu rumah Hanna semua sudah menyala, barulah Hanna berani masuk ke dalam rumahnya. Di saat seperti ini Hanna benar-benar mengandalkan Julian, entah apa yang ia lakukan jika ia benar-benar berencana untuk pulang sendiri kerumah. Julian tersenyum melihat Hanna yang tengah menatapnya.

                   “Jangan diliatin sampe segitunya juga kali, berasa jadi pahlawan di malam hari gue”

                   “Eh sapa yang liatin lu, lebih indah kali dinding gue dari pada lo”

                   “Dasar bocah lo, awas aja ya nanti kepincut sama Julian Aldibara Borez yang lebih ganteng dari oppa Lee minho yang lo kagumin itu”

                   “Halu aja lo tingkat dewa, pulang sana noh”

                   “Gitu ya habis di bantuin malah ngusir lo”

                   “Suka – suka gue, yang tuan rumah juga gue blee” ucap Hanna dengan menjuluri lidahnya layaknya anak kecil.

              Selepas pulangnya Julian sekarang Hanna seorang diri dirumah yang cukup besar ini, ia sedang menunggu kedatangan neneknya dan juga kedua orang tuanya. Jam dinding-nya menunjukkan pukul 19.35 WIB. Sangat sepi rasa takutnya mulai menghampiri dirinya, bahkan ia belum sempat untuk membersihkan diri.

                   “Drrt...drrt...drrtt” hanphone Hanna bergetar kemudian ia menjawab telpon dari seseorang yang membuatnya melupakan rasa takutnya, orang itu adalah Leonardo Edwin. Seorang lelaki yang ia kagumi kini selain Lee Minho.

||

             

Disisi lain Julian yang baru saja membersihkan dirinya tengah berdiri di balkon kamarnya dengan handuk yang masih ia gantungkan di pundaknya, air yang menetes dari rambutnya itu membasahi kaos putihnya. Julian menatap ke arah rumah Hanna ia masih memikirkan apakah Hanna baik-baik saja dirumahnya seorang diri dan pastinya Hanna belum makan, kemudian Julian menemui bibik Nunung yang merupakan pembantu rumah tangganya untuk membuatkan nasi goreng untuk dirinya dan Hanna. Julian kembali ke kamar dan mengambil handphone-nya kemudian mencari nomor kontak seseorang  yang tersimpan di handphone-nya  dan melakukan panggilan kepada salah satu kontak yang tertulis “Hanna BAWEL”  namun anehnya nomor Hanna kini sedang berada dalam panggilan lain. Julian bingung Hanna bukanlah tipe orang yang suka telpon-telponan ia biasanya lebih memilih chat walaupun itu dengan kedua orang tuanya, lalu dengan siapa ia sekarang sedang menelpon.

              Julian memutuskan untuk membawa nasi goreng miliknya dan Hanna kerumah Hanna. Baru saja ia hendak membuka pintu rumah Hanna, Julian mendengar tawa Hanna yang terdengar sangat bahagia. Kemudian tanpa memberi salam Julian langsung masuk, Julian melihat  Hanna sedang asik mengobrol dengan seseorang di telpon. Julian diam-diam berjalan mendekati Hanna ia berencana mengagetkan Hanna, Julian berjalan sepelan mungkin agar keberadaannya tidak diketahui oleh Hanna.

                   “WOYYY, BOCAH NGAPA YA ” teriak Julian membuat Hanna terkejut, cubitan dari Hanna-pun tak mampu dihindari.

                   “Julian lo apaan sih, gue kaget tau”

                   “Ya emang tujuan gue mau lo kaget cebong”

Hanna tidak mendengarkan ucapan Julian ia kembali fokus pada handphone-nya, Julian yakin bahwa yang bicara ditelpon itu bukan orang tua Hanna. Lalu dengan siapa Hanna sedang asik mengobrol sekarang?. Julian sebelumnya menyimpan nasi goreng tadi di meja ruang tamu, kemudian Julian membuntuti Hanna yang pergi ke balkon atas kamarnya.

“ Bisa kok kak, besok kak Leo datang aja kerumah Hanna.”

              Begitu percakapan Hanna dengan seorang yang kini Julian sudah ketahui identitasnya, Julian terbungkam seribu bahasa mendengar percakapan itu. Manisnya tutur kata Hanna kepada Leo benar-benar membuat hati Julian remuk berkeping-keping bagaimana laki-laki lain bisa dengan mudah mendapatkan perlakuan yang manis dari Hanna namun mengapa dengan dirinya yang selalu mendapatkan perlakuan sebaliknya.Julian hendak kembali pulang kerumahnya, namun keberadaannya disana diketahui oleh Hanna.

                   “Lo ngapain disini sih?” tanya Hanna setelah mengakhiri percakapannya dengan Leo.

                   “Suka-suka gue” jawab Julian singkat

                   “Ada perlu apa lu?”

                   “Nggak ada”

                   “Lo kenapa sih? Lo ngambek gara-gara gue cubit tadi ya?” ucap Hanna pelan

                   “Emang lo pikir gue bocah kaya lu”

                   “Kok lo nge-gas sih, gue kasi hati malah minta jantung”

                   “Oh, yakin lo ngasi  hati lo buat gue bukannya hati lo udah buat Leo ya”

                   “Julian lo kok baperan gitu sih”

                   “Dibilang juga suka-suka gue” jawab Julian membentak, susah baginya menahan emosi yang berkecamuk di dalam dadanya sekarang.

                   “Julian lo kok marah-marah gitu sama gue sih, salah gue apa” teriak Hanna tak mau kalah dengan Julian nampak mata Hanna menahan air mata.

                   “Ini bukan salah lo gue aja yang bego, lo kenapa malah nangis sih?”

                   “Lo yang kenapa bentak-bentak gue?”

                   “Udah gak usah nangis lagi, di meja ruang tamu ada nasi goreng lo makan sana. Gue mau balik” ucap Julian dingin.

              Setelah mengatakan hal itu Julian beranjak pergi meninggalkan Hanna, sedangkan Hanna masih bingung hal apa yang ia lakukan hingga Julian marah seperti itu. Sesampainya di rumah Julian langsung masuk ke kamarnya, mood-nya benar-benar jelek saat ini. Pikirannya melayang kemana-mana.

                   “Apa emang benar Hanna suka sama Leo?, kenapa selama ini Hanna tidak mengerti dengan perasaan gue sih?, apa emang iya Hanna benar-benar menganggap gue sebagai musuh dari lahirnya doang? Kenapa lo bego sih Julian lo sama Hanna itu sama aja seperti Tom & Jerry yang bakalan selalu musuhan sampai kapan-pun persaan lo itu hanya kebodohan lo. Emang iya Tom & Jerry bisa baikkan?. Pokoknya sekarang lo harus lupain tuh kecebong, lo tuh Julian Aldibara Borez mau cari cewe lebih dari si kecebong juga lu bisa.” Oceh Julian panjang merasa bodoh dengan apa yang ia rasakan selama ini.

              Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, tapi Hanna belum tidur juga. Hanna sedang menunggu kedatangan neneknya, yang sebentar lagi akan tiba dirumahnya.

                   “Tint...tint” suara klakson yang membuyarkan lamunan Hanna, ia tahu bahwa mobil itu adalah milik ayah dan mamanya.

                   “Ayah nenek kok belum datang-datang?” tanya Hanna ketika ayahnya baru saja turun dari mobil.

                   “Ini nenek datang sayang” ucap perempuan yang baru saja keluar dari mobil ayahnya yang merupakan seseorang yang selama ini ia rindukan. Perempuan paruh baya itu adalah Rosania Wanjaya.

                   “Ya ampu nenek, loh yah bukannya kata ayah nenek bakalan dijemput sama staf kantor?”

                   “Enggak jadi kebetulan ayah dan mama meetingnya gak lama”

                   “Hanna tolong bantu nenek ya bawa koper nenek ke kamar” pinta Mona

                   “ok ma”

 

              Malam itu mereka tidak banyak mengobrol mungkin karena lelah, mereka memutuskan untuk beristirahat di kamar masing-masing. Begitu juga dengan Hanna yang kini sudah tertidur pulas, melupakan sejenak kebingungan dan sifat aneh Julian kepadanya.

||

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Novel Three Hours Hearing Your Love by Dhea Puspita (Part 2)

  E MANG   TOM & JERRY BISA BAIKAN?             Kini Hanna telah mengganti pakaian putih abu-abunya dengan dress selutut berwarna abu-...