EMANG TOM & JERRY BISA BAIKAN?
Kini
Hanna telah mengganti pakaian putih abu-abunya dengan dress selutut berwarna abu-abu muda yang terlihat casual. Namu sudah 2 jam lebih dari
waktu pulang sekolah Hanna menunggu di depan gerbang sekolah SMA Pelita Harapan tercintanya, namun tak kunjung juga ia
melihat mobil yang dikendarai oleh orang tuanya. Tiba-tiba suara klakson
mengagetkannya, Hanna tau orang di balik helm pastinya si Julian.
“Lu
ngapain belum pulang kecebong, mana ganti pakaian gitu lagi. Jangan-jangan lu
mau pergi sama om-om ya?” ucap Julian yang sebenarnya hanya basa-basi
“Julian
lo bisa gak sih jangan ganggu-ganggu gue dan jangan omong sama gue kalau Cuma
ngomong yang gak penting dan gak guna kaya gitu, lo itu gak bisa baca ekspresi
muka gue ya kalau ketemu lo itu gue sebel tau gak” pekik Hanna sangat kesal
bersamaan dengan hancurnya hati Julian berkeping-keping bagaimana tidak gadis
yang disukainya itu ternyata sangat membencinya. Namun ia tak akan menyerah ia
akan berjuang dan kini ia benar-benar menyadari perasannya kepada Hanna
benar-benar nyata bukan hanya halusi karena hormon pubernya yang sedang berkembang.
“Oh
jadi lo gak mau yang gak serius ya, gue kira selama ini lo sukanya sama cowok
yang humoris gitu, eh ternyata gue salah. Ya udah nanti gue bakalan ngomong
serius sama lo dan lo janji harus jawab serius juga ok?” perkataan Julian
benar-benar membuat Hanna menjadi bingung sekaligus takut bagaimana tidak
Julian berkata begitu dengan benar-benar menatap bola matanya.
“Apaan
sih, lo mau ngomong serius apaan? Bicara aja kali” jawab Hanna
“Ok
gue sebenarnya itu...”omongan Julian terhenti karena handpone Hanna berdering dan kemudian ia mengangkatnya.
“Ya
ma, mama dimana?”
“Nak
mama dan ayah gak bisa jemput kamu sekarang, maaf ya. Kalau urusan nenek ayah
sudah kirim stafnya untuk jemput nenek. Soalnya malam ini tiba-tiba saja ada meeting mendadak, maafkan kami ya.
“Ok
mah, gak apa-apa kok”
“Kamu pulangnya sama Julian ya, tadi
mama udah nelpon Julian katanya dia masih di sekolah lagi main basket coba kamu
cari dia” kini Hanna mengerti keberadaan Julian di sini atas perintah mamanya.
“Kok
gitu sih ma, Hanna gak mau sama curut songong kaya dia.“
“Udah,
gak boleh gitu sama Julian. Kamu kalau nunggu angkot juga gak bakal ada jam
segini”
“Tut...tut...tut”
telpon di putus sepihak oleh mama Hanna, membuat Hanna bertambah kesal.
Setelah
pembicaraan di telpon itu berakhir, suasana berubah menjadi hening Julian
maupun Hanna tidak ada yang mengeluarkan suara. Hanna melihat Julian yang
sedang memandang kosong lurus kedepan, sebenarnya Hanna ingin mengatakan bahwa
ia ingin menumpang dengan Julian selain itu seharusnya Julian sendiri juga
sudah tahu apa yang sedang Hanna pikirkan. Lama dalam keheningan dan sinar
mentari yang tadi menguning kini berangsur hilang menyisakan kegelapan. Hanna
semakin kesal dengan Julian, sangat gengsi bagi Hanna untuk berbicara dengan
Julian, mengingat tadi ia sudah marah kepada Julian. Kemudian ia memilih untuk
berjalan saja.
Sedangkan
Julian terkejut melihat Hanna yang kini sudah tidak berada di sampingnya. Hal
itu pasti karena dirinya tadi melamun, sebenarnya sedari tadi Julian sedang
memikirkan apa yang harus ia katakan ke pada Hanna. Ia sedang memikirkan apakah
ini waktu dan momen yang pas untuknya menyatakan perasaannya kepada Hanna, ia
benar-benar merasa sangat bodoh kali ini belum saja menyatakan perasaannya
Julian malah menambah kekesalan Hanna pada dirinya, Julian khawatir pada Hanna
selain itu ia juga sudah mendapat pesan dari tante Mona untuk mengantar Hanna,
tanpa menunda-nunda Julian kemudian bergegas menyusul Hanna.
Tidak
lama Julian melihat Hanna sedang berjalan di atas trotoar sembari
menendang-nendangkan kakinya hal itu benar-benar membuktikan bahwa Hanna sangat
kesal. Kemudian Julian memepetkan motornya ke trotoar.
“Sini
bareng gue” ucapan Julian itu tidak mendapat respon apa-apa dari Hanna yang
malah tetap berjalan mendahului Julian. Melihat hal itu Julian berlari mengejar
Hanna seraya menarik pergelangan tangan Hanna untuk menghentikan Hanna.
“Apaan
sih lo” bentak Hanna
“Lo
yang apa-apaan kaya bocah aja”
“Eh
bukannya lo yang gak mau nganter gue kan?”
“Siapa
yang bilang sih, gue cuma ngelamun doang kok”
“Alasan
lo itu gak logis banget deh Julian, udah deh kalau lo Cuma terpaksa nganter gue
karena mama gue, lebih baik gak usa” ucap Hanna hendak kembali jalan namun
pergelangan tangannya di genggam erat
oleh Julian.
“Gue
juga ngelamun mikirin lo cebong” ucap Julian tak sadar dengan yang ia ucapkan
“Maksud
lo apa sih?”
“Udah
gak perlu dipikirin” ucap Julian seraya menarik Hanna menuju motornya
Julian
memasangkan helm ke Hanna dan mengaitkannya sedangkan Hanna masih dalam Mood
yang sama. Wajah cemberut Hanna benar-benar sangat kentara bagi Julian
bagaimana tidak mereka telah bersama selama 16 tahun. Kemudian Julian
menyalakan motor Ninja hitamnya dan membelah keramaian jalan, menyadari Hanna
yang tak berpegangan padanya Julian kemudian menarik rem motornya mendadak dan
tentu saja hal itu membuat Hanna tersentak ke depan. Sebenarnya hal itu hanya
iseng Julian saja.
“Lo
gimana sih, mau mati jangan ngajak orang dong” teriak Hanna kesal
“Makanya
pegangan” jawab Julian senyum setidaknya ia sudah sedikit tenang karena gadis
di belakangnya ini sudah berbicara, karena sedari tadi ketika Julian berbicara
Hanna tak membalas apalagi menghiraukannya.
Sekitar
30 menit mereka baru sampai di depan rumah Hanna, keadaan rumah Hanna
benar-benar sangat gelap, lampu rumah Hanna mati karena saklarnya yang tidak di
on kan. Julian tau benar bahwa Hanna
sangat takut dengan kegelapan, saat Hanna hendak masuk ke dalam gerbang
rumahnya Julian kemudian mengikutinya dari belakang.
“Lo
kenapa ikut masuk, lupa ya rumah lo itu di samping”
“Enggak
gue Cuma mau nemenin lo”
“Gue
nggak perlu”
“Oh
ok”
Kemudian
Julian beranjak pergi meninggalkan Hanna, baru berapa langkah Julian berjalan.
Tiba-tiba saja kucing liar melompat dari semak di taman rumah Hanna dan hal itu
membuat Hanna terkejut ia menjerit ketakutan. Sedangkan Julian yang melihat hal
itu hanya tertawa puas.
“Sama
kucing aja lu takut” ledek julian kemudian berjalan menuju motornya. Saat
hendak menaiki motornya Hanna memanggil Julian, senyum langsung saja terlukis
di wajah Julian hal itu menandakan bahwa Hanna tidak sepenuhnya marah
kepadanya.
“Kenapa
?” tanya Julian sedikit dingin.
“Ih
kok lo gitu sih, tega banget sama gue” ucap Hanna tersendat-sendat karena
tangisnya.
“Kan
lo sendiri yang gak mau gue temenin”
“Kok
Julian yang sekarang gak sebaik Julian yang dulu sih” lagi-lagi Hanna menangis
di tengah ucapannya. Julian tidak heran dengan sikap yang di miliki Hanna ini,
Hanna di luarnya nampak kuat padahal ia memang tak lebih dari anak gadis yang
sangat manja.
“Ia
sini gue bantuin nyalain lampunya, kunci rumah lo mana?” tanya Julian kemudian
Hanna memberikan kunci rumahnya ke tangan Julian.
Setelah
lampu rumah Hanna semua sudah menyala, barulah Hanna berani masuk ke dalam
rumahnya. Di saat seperti ini Hanna benar-benar mengandalkan Julian, entah apa
yang ia lakukan jika ia benar-benar berencana untuk pulang sendiri kerumah.
Julian tersenyum melihat Hanna yang tengah menatapnya.
“Jangan
diliatin sampe segitunya juga kali, berasa jadi pahlawan di malam hari gue”
“Eh
sapa yang liatin lu, lebih indah kali dinding gue dari pada lo”
“Dasar
bocah lo, awas aja ya nanti kepincut sama Julian Aldibara Borez yang lebih
ganteng dari oppa Lee minho yang lo kagumin itu”
“Halu
aja lo tingkat dewa, pulang sana noh”
“Gitu
ya habis di bantuin malah ngusir lo”
“Suka
– suka gue, yang tuan rumah juga gue blee” ucap Hanna dengan menjuluri lidahnya
layaknya anak kecil.
Selepas
pulangnya Julian sekarang Hanna seorang diri dirumah yang cukup besar ini, ia
sedang menunggu kedatangan neneknya dan juga kedua orang tuanya. Jam dinding-nya
menunjukkan pukul 19.35 WIB. Sangat sepi rasa takutnya mulai menghampiri
dirinya, bahkan ia belum sempat untuk membersihkan diri.
“Drrt...drrt...drrtt”
hanphone Hanna bergetar kemudian ia
menjawab telpon dari seseorang yang membuatnya melupakan rasa takutnya, orang
itu adalah Leonardo Edwin. Seorang lelaki yang ia kagumi kini selain Lee Minho.
||
Disisi lain Julian yang baru saja
membersihkan dirinya tengah berdiri di balkon kamarnya dengan handuk yang masih
ia gantungkan di pundaknya, air yang menetes dari rambutnya itu membasahi kaos
putihnya. Julian menatap ke arah rumah Hanna ia masih memikirkan apakah Hanna
baik-baik saja dirumahnya seorang diri dan pastinya Hanna belum makan, kemudian
Julian menemui bibik Nunung yang merupakan pembantu rumah tangganya untuk
membuatkan nasi goreng untuk dirinya dan Hanna. Julian kembali ke kamar dan
mengambil handphone-nya kemudian
mencari nomor kontak seseorang yang
tersimpan di handphone-nya dan melakukan
panggilan kepada salah satu kontak yang tertulis “Hanna BAWEL” namun anehnya nomor Hanna kini sedang berada
dalam panggilan lain. Julian bingung Hanna bukanlah tipe orang yang suka
telpon-telponan ia biasanya lebih memilih chat walaupun itu dengan kedua orang
tuanya, lalu dengan siapa ia sekarang sedang menelpon.
Julian
memutuskan untuk membawa nasi goreng miliknya dan Hanna kerumah Hanna. Baru
saja ia hendak membuka pintu rumah Hanna, Julian mendengar tawa Hanna yang
terdengar sangat bahagia. Kemudian tanpa memberi salam Julian langsung masuk,
Julian melihat Hanna sedang asik
mengobrol dengan seseorang di telpon. Julian diam-diam berjalan mendekati Hanna
ia berencana mengagetkan Hanna, Julian berjalan sepelan mungkin agar
keberadaannya tidak diketahui oleh Hanna.
“WOYYY,
BOCAH NGAPA YA ” teriak Julian membuat Hanna terkejut, cubitan dari Hanna-pun
tak mampu dihindari.
“Julian
lo apaan sih, gue kaget tau”
“Ya
emang tujuan gue mau lo kaget cebong”
Hanna tidak mendengarkan ucapan Julian
ia kembali fokus pada handphone-nya,
Julian yakin bahwa yang bicara ditelpon itu bukan orang tua Hanna. Lalu dengan
siapa Hanna sedang asik mengobrol sekarang?. Julian sebelumnya menyimpan nasi
goreng tadi di meja ruang tamu, kemudian Julian membuntuti Hanna yang pergi ke balkon
atas kamarnya.
“
Bisa kok kak, besok kak Leo datang aja kerumah Hanna.”
Begitu
percakapan Hanna dengan seorang yang kini Julian sudah ketahui identitasnya,
Julian terbungkam seribu bahasa mendengar percakapan itu. Manisnya tutur kata
Hanna kepada Leo benar-benar membuat hati Julian remuk berkeping-keping
bagaimana laki-laki lain bisa dengan mudah mendapatkan perlakuan yang manis
dari Hanna namun mengapa dengan dirinya yang selalu mendapatkan perlakuan
sebaliknya.Julian hendak kembali pulang kerumahnya, namun keberadaannya disana
diketahui oleh Hanna.
“Lo
ngapain disini sih?” tanya Hanna setelah mengakhiri percakapannya dengan Leo.
“Suka-suka
gue” jawab Julian singkat
“Ada
perlu apa lu?”
“Nggak
ada”
“Lo kenapa
sih? Lo ngambek gara-gara gue cubit tadi ya?” ucap Hanna pelan
“Emang
lo pikir gue bocah kaya lu”
“Kok
lo nge-gas sih, gue kasi hati malah minta jantung”
“Oh,
yakin lo ngasi hati lo buat gue bukannya
hati lo udah buat Leo ya”
“Julian
lo kok baperan gitu sih”
“Dibilang
juga suka-suka gue” jawab Julian membentak, susah baginya menahan emosi yang
berkecamuk di dalam dadanya sekarang.
“Julian
lo kok marah-marah gitu sama gue sih, salah gue apa” teriak Hanna tak mau kalah
dengan Julian nampak mata Hanna menahan air mata.
“Ini
bukan salah lo gue aja yang bego, lo kenapa malah nangis sih?”
“Lo
yang kenapa bentak-bentak gue?”
“Udah
gak usah nangis lagi, di meja ruang tamu ada nasi goreng lo makan sana. Gue mau
balik” ucap Julian dingin.
Setelah
mengatakan hal itu Julian beranjak pergi meninggalkan Hanna, sedangkan Hanna
masih bingung hal apa yang ia lakukan hingga Julian marah seperti itu.
Sesampainya di rumah Julian langsung masuk ke kamarnya, mood-nya benar-benar jelek saat ini. Pikirannya melayang
kemana-mana.
“Apa
emang benar Hanna suka sama Leo?, kenapa selama ini Hanna tidak mengerti dengan
perasaan gue sih?, apa emang iya Hanna benar-benar menganggap gue sebagai musuh
dari lahirnya doang? Kenapa lo bego sih Julian lo sama Hanna itu sama aja
seperti Tom & Jerry yang bakalan selalu musuhan sampai kapan-pun persaan lo
itu hanya kebodohan lo. Emang iya Tom & Jerry bisa baikkan?. Pokoknya
sekarang lo harus lupain tuh kecebong, lo tuh Julian Aldibara Borez mau cari
cewe lebih dari si kecebong juga lu bisa.” Oceh Julian panjang merasa bodoh dengan apa yang ia rasakan
selama ini.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, tapi Hanna belum tidur juga. Hanna sedang
menunggu kedatangan neneknya, yang sebentar lagi akan tiba dirumahnya.
“Tint...tint”
suara klakson yang membuyarkan lamunan Hanna, ia tahu bahwa mobil itu adalah
milik ayah dan mamanya.
“Ayah
nenek kok belum datang-datang?” tanya Hanna ketika ayahnya baru saja turun dari
mobil.
“Ini
nenek datang sayang” ucap perempuan yang baru saja keluar dari mobil ayahnya
yang merupakan seseorang yang selama ini ia rindukan. Perempuan paruh baya itu
adalah Rosania Wanjaya.
“Ya
ampu nenek, loh yah bukannya kata ayah nenek bakalan dijemput sama staf
kantor?”
“Enggak
jadi kebetulan ayah dan mama meetingnya gak lama”
“Hanna
tolong bantu nenek ya bawa koper nenek ke kamar” pinta Mona
“ok
ma”
Malam
itu mereka tidak banyak mengobrol mungkin karena lelah, mereka memutuskan untuk
beristirahat di kamar masing-masing. Begitu juga dengan Hanna yang kini sudah
tertidur pulas, melupakan sejenak kebingungan dan sifat aneh Julian kepadanya.
||